[94] Hal Paling Biasa Setiap Hari



Agak berbahaya rupanya apabila semester ini lebih banyak menyendiri dan berkutat dengan ujian akhir tahun dari Yang Maha Kuasa *bacaTA
Lagi2. Untuk sekian kalinya. Gw jd lebih banyak mikir dan merenung.
Beberapa hari yang lalu gw makan malam dengan teman dan layaknya freshgraduate (artinya lulusan segar, gak tau segarnya dimana padahal rata2 kondisinya layu semua karena duluan stress menghadapi persaingan di eraPanji Manusia Millenium ini *sokide) obrolannya pasti seputar kehidupan pasca kampus seperti kerja, visi misi ke depan, dsb. (yang gw jawab sesimpel: Sibuk TA. Mohon Doanya. hehe)
Salah satu perbincangan kami, bagaimana temen gw mengeluhkan bahwa ia harus menghadiri pernikahan 2 teman seangkatannya dalam waktu dekat. Sebelumnya juga, gw bertemu dengan teman yang lain dimana ia harus segera ke Jakarta karena harus menghadiri pernikahan teman seangkatannya.
Mereka yang dimaksud akan menikah, umurnya masih kisaran 21-25 lah. Untuk orang tertentu, umur segitu memang usia2 mantap menikah. Untuk orang yang lain, mungkin itu usia yang masih belia dan terlalu cepat untuk menikah. Gw pribadi tidak terlalu mempermasalahkan umur pernikahan, selama masih sama satu spesies lah *maksudnya? Hehe
Tapi kalau boleh bertanya2 (boleh dong, khan ngakunya negara demokrasi), apa aja sih sebenarnya yang membuat seseorang memutuskan untuk menikah sedini mungkin? Selain alasan “menghindari zina” atau “kecelakaan”, tp yang gw maksud apa sih yang bikin yakin kalau “he/she is the one”? Gimana kalau yang kita temui pada masa2 menjalin hubungan itu hanya sebagian dari kebenaran yang menyenangkan? Bukankah kenyataan tidak sama dengan dongeng Disney yang habis menikah lalu “Happily Ever After”?
Pas gw nanya hal ini ke grup line temen2 gw, jawabannya malah (selain alasan agama dan biologis tentunya“karena terlalu saling mencintai, tidak bisa hidup tanpa pasangan” *ahkentut *budakcinta
Stereotype masyarakat (Indonesia) menganggap pernikahan adalah tujuan yang harus dicapai setelah seseorang bekerja. Serasa janggal apabila seseorang yang sudah bekerja dan memasuki usia paruh baya (usia brp itu yah, ya pokoknya udah gede lah) tapi belum punya pasangan (minimal pacar). Terkesan bahwa kalau orang habis nikah pasti bahagia dan senang2 aja. Tainya lagi, dibrainwash dengan foto2 dinner romantis di resto fancy hits dan jalan-jalan berdua ke Bali bertajuk #relationshipgoals. Sama radio yang seharian muterin lagu cinta2an yang membuat segalanya menyenangkan manis2 manja grup, atau gak sedih karena putus. Bikin mindset bahwa cinta2an tuh harus selalu setiap hari saat menyenangkan, jadi tujuan dan cita2 akhir. Garis FinishEek lah yang kayak gtu wkwkwkwk
Jadi maksudnya mau ngomong apa sih fak ngolor ngidul gak karu2an? Gw cmn ingin mengutarakan pendapat pribadi, janganlah engkau saling mencintai karena tuntutan umur dan lingkungan sosial (terutama pertemanan hiks hiks). Ini bukan lomba balap karung. Pasanganmu bukan tropi kesuksesan yang bisa dipamerkan ke kondangan sebagai bukti bahwa kamu mampu menaklukan hati seorang wanita. Bukan sebuah prestasi juga ketika kamu pacaran dan menikah duluan ketimbang teman2 yang lain.
Apa yang kita harapkan mungkin akan jauh berbeda tampilannya dengan yang kelak tiap hari kita temui.
Kita tidak akan menemukan perempuan cantik tampil dandan dan baju fancy
Kita tidak akan selalu tertawa tersipu malu dengan obrolan di meja makan restoran bintang kejora lima
Kita tidak akan selalu plesiran ke luar kota atau luar negeri lalu mengisi akun instagram (itu socmed yang isinya foto2, barangkali 10 tahun lg udah punah layaknya friendster) dengan foto2 mesra bertagar #relationshipgoal
Karena yang justru lebih sering terjadi adalah
Kita akan bangun pagi dan melihat ia di samping kita dengan penampilan paling acak2an yang pernah dilihat
Kita akan berbincang di meja makan yang sama hampir setiap hari hingga jenuh
Kita lebih banyak di rumah, berkeliling kota atau mungkin hanyak kompleks karena sibuknya kegiatan masing2.
Membosankan. Lalu memicu pertengkaran bahtera rumah tangga hingga salah satu selingkuh dengan Anak Jalanan atau Tukang Bubur *lah sinetron bgt.
Menikah dan berbahagia hingga akhir hayat, itu prestasinya. Karena setelah menikah bukan berarti kebahagiaan langsung didapat layaknya paket komplit mekdi. Pun setelah menikah, kebahagiaan tetap harus diusahakan dan diperjuangkan. Kalau kata iklan mainan mah, dijual terpisah hehe.  Perlu keseimbangan perasaan dan logika karena banyak lika-liku hidupnya.
Tapi bukannya bermaksud menunda2 pernikahan ya (karena itu juga ikhtikad baik), namun lebih ke carilah pasangan karena memang kita yang mau, bukan paksaan dari lingkungan (dan lagu2 cinta2an) hehe. Ya diusahakan yang terbaik aja lah lahir dan batin.
Gak ada yang jamin juga pacaran lama akan sampai ke pelaminan, tidak bisa abai juga kalau berkenalan 3 bulan akan bertahan hingga maut memisahkan. Ya kalau kata orang2an sawah mah, jodoh gak ada yang tahu. Momen2 spesial seperti di instagram artis atau selebgram itu kemewahan, bukan syarat untuk berbahagia, karena harusnya kita tetap bahagia sih walau melewati lebih banyak hari2 biasa bersama pasangan.
———————–
Gw ngomong seolah2 udah pernah ngalamin wkwkwk, duh ngapain jg gw pikirin sekarang. AH t*i lu fak
Ditulis sehabis nugas TA karena suntuk dan jenuh hingga stress berkuadrat.

Comments

Popular Posts