[92] Nasib untuk Berbahagia


4.11.2016
Beberapa hari yang lalu sebuah demo yang mewarnai peristiwa di Jakarta, Indonesia pada tahun 2016. Berlatarbelakang agama, ada juga yang bilang ditunggangi kepentingan politik. Awalnya berjalan damai tapi unjungnya malah ramai. Bisa jadi ada oknum yang bikin rusuh pada demo yang seharusnya bisa berjalan tertib itu. Kalau dipikir2 kasihan oknum, karena dia selalu kambing hitam atas kegaduhan dan kesalahan. Rusuh dikit, oknum. Ada yang korupsi, oknum. Yang jelek2 dikaitkan dengan oknum. Ya pokoknya kalau punya anak nanti jangan dikasih nama “Oknum”, nanti selalu dikambinghitamkan hehehe *jayus. Ya mari kita doakan semoga masalah di Ibukota tersebut diberikan jalan keluar terbaik. Amin
Beberapa minggu lalu, beberapa kawankoe yang tercinta diwisuda. Ya suka mikir, kalau di acara wisuda entah kenapa lebih banyak perempuan cantik yang bermunculan, pengen langsung dipinang di temapt kayaknya *cari modal dulu kalih wkwk.
Pertemuan dengan beberapa teman (calon penggangguran *hehe bercanda), membuka dialog mengenai masa depan : karir, jodoh, pendidikan selanjutnya, dsb. Dan umumnya gw menemui jawaban yang standard motor: “Nyari kerja dulu”, “belajar Inggris dulu“, “mau nyari modal nikah dulu”. Jawaban tersebut sebenarnya tidak ada yang aneh, tidak juga salah. Umum dan wajar. Tapi jawaban itu membuka pintu pertanyaan di otak gw (kalau memang ada).
Sebenarnya apakah mayoritas wisudawan/fresh graduate/first jobber ini masih mengikutsertakan cita-cita/mimpi/idealisme pada perencanaan masa depannya? Banyak sekali janji dan cita-cita yang kita ciptakan dari semangat kita di masa lampau, pada masa baru masuk kuliah, atau ketika ditanya ketika ospek hehe. Ingin bikin pabrik listrik lah biar gak ada pemadaman di desanya, bikin animasi biar Indonesia gak kalah dari Disney, bikin obat jadi ganteng/cantik lah hehe. Lalu pertanyaan selanjutnya : sejauh mana janji tersebut akan tetap hidup? Apakabarnya salam Ganesha, bakti untuk Tuhan, Bangsa, Almamater?
Hidup keras. Mimpi tidak seindah kenyataannya. Mimpi tidak berjalan mulus (semulus pantat bayi). Mungkin alasan2 itu cukup untuk memukul mundur “cita-cita mulia” kita. Sebagian kecil orang sepertinya berhasil minimal menemukan jalan menuju mimpi kita, ya sebutlah beberapa pengusaha atau public figure terkenal. Atau mungkin beberapa teman di antara kita? Mereka2 yang sudah terkenal akan bakat dan kemampuannya? Gw pribadi mulai lelah dengan “idealisme gw” yang tak kunjung terealisasikan dan berpikir untuk menjalani hidup yang “biasa-biasa saja”: kerja, rejeki cukup, keluarga aman dan senang. Bisa nabung untuk properti dan liburan.
Mimpi tidak cukup untuk menghidupimu, katanya.
Haruskah kita lebih berhati-hati menetapkan tujuan hidup, mengurangi janji/cita-cita kata. Sebenarnya sampai sejauh mana mimpi tetap hidup? Apakah lebih baik kita hidup tanpa ekspetasi tinggi agar tidak terlalu terluka dan lelah? Hehe
Kenapa ada orang yang bisa mencapai tujuan hidupnya, passionnya, cita-citanya sedangkan sebagian yang lain tidak? Padahal bisa jadi kadar kerja keras, usaha, dan doa nya sama, tapi kenapa nasibnya bisa beda?

Memang sudah nasibnya. Sudah takdir.
Jawaban default dari senior kita (barangkali om tante atau eyang kita pernah juga ngomong demikian). Jawaban pamungkas yang sulit dibantah karena datangnya dari Tuhan.
Bagi yang gagal, jawaban tersebut mungkin amat sangat mengecewakan.
Atau bisa juga kita yang kurang peka, kurang nerimo, atau ada jalan yang jauh lebih baik nan mantap.
Bagi yang mau jadi direktur pabrik listrik, siapa tahu dibelokan takdirnya gak jadi bikim pabrik karena nanti pabriknya meledak dan bikin meninggal orang banyak. Bagi yang baru gagal bikin start-up, siapa tahu kita dihindarkan dari partner kerja yang buruk, lalu nanti baru akan dipertemukan dengan partner kerja yang lebih baik. Atau mungkin dibiarkan menjalani “kehidupan biasa”, supaya gak kena gosip dan skandal kalau misalnya terkenal macam artis/youtuber hehe.
Banyak sekali jalan yang tak disangka-sangka, malah kejadian dan lebih menyenangkan dibandingkan mimpi sebelumnya. Dan gw yakin yang mengalami hal tersebut banyak dan tidak menyesalinya. Lebih senang. Lebih tenang.
Bahagia. Gw rasa itu kuncinya.
Semua pembelokan, takdir, kebetulan, nasib, apapun itu gw rasa pada akhirnya mengarah pada kebahagiaan. Karena yang kita impikan, belum tentu membahagiakan bagi diri sendiri atau orang lain.
Sesungguhnya apabila kita tenang, kita akan bahagia. Apabila bahagia, kita akan berbuat baik. Berbuat (dan berperilaku) baik akan membuat kita tenang.
Koruptor mungkin senang, tapi tidak bahagia karena tidak tenang. Curiga tindak tanduknya akan ketahuan. Ambisi mungkin akan menyenangkan, tapi tidak bahagia karena tidak tenang. Selalu merasa ingin dan berkewajiban menjadi nomor satu dan mengalahkan orang lain.
“Boleh jadi, kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Allah yang paling mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui.” (QS. Al-Baqarah:216)
Tahu darimana nasib manakah yang membahagiakan untuk dijalankan?
Live to the fullest and strongest. 
Because life is the miracle itself.
*anjaaaaaaayy sok inggris biar keren padahal belum tentu nyambung
———————————————–
Ditulis di tengah malam, yang seharusnya digunakan untuk mengerjakan TA tapi penat gimana dong??

Comments

Popular Posts